Tuesday, 19 July 2016

Jangan Lupa Membawa Cermin

Ingin jadi seperti apakah saya?

Apakah manusia di balik jubah kehormatan dunia, di bawah gemerlap kebahagiaan memabukkan hingga lalai segalanya. Hidup hanya untuk hari itu saja, harta benda ditukar kebahagiaan yang fana. 
Apakah budak yang selalu mematuhi perintah atasannya, bersenjata harga diri yang dijunjung tinggi hingga mati. Mengorbankan diri untuk sanak keluarga yang berarti 
Apakah manusia toa yang meneriakkan kebebasan-kebebasan hak yang direnggut tangan-tangan tak bertanggung jawab. Idealis, pragmatis menjadi teman sejati yang dibawa mati. 
Apakah sosok sosial pengabdi yang menjadi harapan bagi bapak, ibuk, adek, ponakan. Menghidupkan ruang-ruang kelabu di hati mereka yang lugu. 
Apakah manusia bercadar dan bercelana congkrang yang menjadikan hidup sebagai masa untuk mempersiapkan bekal demi kehidupan akhir. 
Apakah begini-begini saja. Layaknya air yang mengalir, terus mengalir hingga hilir. Mempercayai pada apa yang telah terjadi, menunggu takdir yang akan membawanya entah ke mana. Pasrah terombang-ambing ketidakjelasan atas pilihannya sendiri menjadi air. Terbawa arus.

Kitalah yang memilih akan menjadi seperti apa di masa depan. Lingkungan akan membantu kita menyesuaikan, jika kita betul-betul menginginkannya.

Nikmat yang sudah kita dapatkan hari ini, hidup yang kita jalani setiap hari, pengalaman yang tak berhenti kita gali, seperti inilah yang terbaik untuk diri kita. Apa yang kita dapatkan, jalani, gali, inilah yang Allah sudah tuliskan untuk hidup kita. Bersyukurlah atas apa yang telah Allah berikan. Karena yang baik di mata kita, belum tentu baik di mata-Nya.

Ketika kita lupa akan nikmat Allah, bercerminlah pada anak-anak yang dengan semangatnya bekerja demi bisa makan. Jangan lihat profesinya, lihatlah semangatnya, bercerminlah pada semangat anak itu. Sudahkah semangat kita seperti anak itu?

Lihatlah ketika anak-anak tersebut makan. Dengan cepatnya ia akan menghabiskan hasil jerih payah mereka. Mereka yang seharusnya disayang dalam pelukan hangat keluarga, bukannya disuruh-suruh mengerjakan ini itu. Di saat yang lain diajarkan bermimpi di bawah atap bangunan sekolah, di iming-imingi kehidupan yang layak setelah lulus nanti, mereka yang di jalan bebas bermimpi tanpa batas. Tak ada atap-atap bangunan sekolah yang bisa membentur mimpi mereka. Mereka bebas bermimpi di atas cakrawala jingga yang terhambur di angkasa.

Jangan lupa bersyukur.


[15.58]




No comments:

Post a Comment