Sunday 19 November 2017


Izinkan aku menikmati momen


Seringkali aku sedih. Teman-temanku selalu update momennya di salah satu aplikasi bernama instagram. Entah apapun yang mereka lakukan, update. Dan di sini, aku seperti tak tahu apa-apa. Ya, aku bukanlah pengguna instagram. Memang aku memiliki akun, feed-ku di sana banyak, namun aku tidak mengikutinya. Banyak atau tidaknya feed sama sekali tidak mencerminkan keaktifan dalam bersosial media di sana.

Aku adalah orang yang, upload, lalu langsung signed out. Itulah mengapa apabila ada orang comment dalam fotoku, dan tidak kubalas. Bukan berarti aku sombong, namun memang aku sedang tidak membukanya.

Terkadang, ingin sekali rasanya setiap saat melihat momen teman dan menunjukkan aktivitasku pada mereka. Namun, terpikir kata-kata ‘untuk apa’. Ya, untuk apa aku melakukan semua hal itu? Sama sekali tidak berpengaruh dalam hidupku. Mungkin saja dapat meningkatkan mood, namun selain itu? 


Friday 22 September 2017

Surat untuk Mama

Dibuat pada tahun baru 1439 H, pencapaian



Ma, apa kabar?

Nyaman kah tidur di sofa? Aku melihatmu entah tidur atau ketiduran di sana. Aku melihatmu saat berjalan mengambil air putih di dapur kala mengerjakan banyak laporan di sudut rumah yang tak kau lihat.

Ma, apakah aku mengganggu ketenanganmu ketika aku belum pulang?

Semalam ketika aku pulang, kulihat rumah sudah mati semua lampunya, hanya 1 lampu yang hidup; lampu kamarmu yang berada paling dekat dengan garasi. Sudahkah tidur semalam ketika aku belum pulang?

Kalau mama lupa melihat jam, karena memang jam dinding utama di rumah mati, aku pulang lebih dari jam 10 semalam, ma. Sebenarnya, di jalan aku sangat was-was kalau mama/papa sudah mulai mencariku.

Sebelum pulang ke rumah, aku mampir beli mi jawa langganan mama, dan makan di sana sendiri. Di sana aku menunggu lama sekali, ma, karena harus menunggu 7 pesanan dulu. Lalu, aku mengerjakan laporan praktikum sambil menunggu. Sebenarnya malas dan rasanya sangat berat, karena aku sudah sangat mengantuk.

Aku baru selesai kelas tepat pukul 9 malam semalam.

Aku sangat senang diajarkan materi oleh Mr. Richard sebenarnya, namun entah kenapa aku merasa sangat lelah, lapar, dan mengantuk. Mama tau? Aku bahkan sempat ketiduran di kelas semalam. Aku sudah menahannya, namun tidak bisa. Sepertinya Mr. Richard melihatku.

Entah kenapa, aku merasa kali ini materi yang dibawakan Mr. Richard sangat membosankan. Membahas tentang noun, adverb dengan cara membaca ulang materi buku paket, yang aku sudah sama sekali tidak connect karena kantuk. Bagiku, materi ini sangatlah tidak penting

Ketika mengerjakan soal, aku tidak serius dan sudah tidak lagi paham. Kesalahanku lebih banyak dibandingkan dengan temanku, padahal ada temanku yang masih kelas 3 SMA. 'Cih, kaya gini mau ke luar?'  kataku dalam hati, ma.

Terkadang, ketika aku mulai tidak serius, aku mulai mengingatmu dan papa.

Memang benar, aku mengikuti kelas malam ini sebagian dengan uangku sendiri, namun juga ada uang papa di sana. Dan aku sangat sadar, aku sudah memilih keputusan mengikuti kelas itu, apapun keadaanku saat itu. Aku harus bertanggungjawab hingga akhir.

Ma, saat ini aku sudah mengurangi kesibukan.

Memang, aku tidak pernah menceritakan semua kesibukanku pada teman-temanku. Aku teringat bahwa pemikiran manusia itu sangat beragam, dan aku adalah orang yang sangat tidak suka apabila akan tumbuh pikiran 'lain' dalam benak temanku. Toh, aku mengikuti itu semua bukan agar teman-temanku tahu/aku menjadi dikenal. Aku menjalani itu semua, murni karena aku ingin belajar, ma.

Kemarin, aku terkena banyak masalah, ma.


Sunday 20 August 2017



Apalah arti memiliki, ketika diri kami sendiri bukanlah milik kami?

Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan, dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan?

Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yg seharusnya indah? Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yg seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun?


Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.


Tere Liye, Rindu

Tuesday 17 January 2017

I was going to run with you on the count of three if you were in danger.